CHIP RESET
Oleh Dewi Rahayu Mutiarasari
BRUMMM BRUMMM | NGENG
NGENG | CIIIT
“Merah
lagi lampunya,” batinku di simpang lima Kota Parantua, Pulau Fanaa. Langit siang
cerah dan sedikit berawan, lampu sedang merah bak udang dibalik bakwan. Eh,
apaan sih ngaco banget pikiranku. Lagi puitis juga. Ulang-ulang. Langit siang cerah dan sedikit berawan, membuatku
gerah dan ini apa pulak gerangan.
Kuturunkan
kaca mobilku.
“
Saya Peru, saya sedang mencari player tangguh yang siap mencoba produk game
baru kami. Silahkan e-sticknya. “
“
Hm oke, makasih ya masbot Peru.”
***
Hari
ini aku ada janji dengan orang penting. Aku harus terlihat rapih dan wangi,
tapi tetap dengan khas Wiro. Rambut gondrong sebahu ini kuikat separuh. T-shirt
hitam dengan jeans warna abu sangat serasi kupadankan dengan sepatu kets hitam.
Tidak perlu terlihat formal karena aku bukan mau pergi kerja ke kantor.
Setelah
kupastikan tidak ada yang tertinggal, aku menenteng tasku dan melaju dengan
mobilku. Jalanan lengang karena ini masih pukul 5 pagi. Aku bisa memacu mobil
dengan kecepatan 120 km/jam untuk 10 menit kedepan. Persimpangan demi
persimpangan kulewati dengan ditemani sinar mentari pagi. Terpaan angin dari jendela mobil memainkan
rambut gondrongku yang licin ini. Sejenak aku merasa tampan seperti Hrithik
Roshan. Tidak banyak suara kicau burung yang menyambutku di setiap pagi,
termasuk pagi ini. Kurasa burung sudah mulai kehilangan selera untuk berkicau.
Sebab disetiap sudut sudah terpasang prologram yang sudah seperti TV dengan
banyak iklan dan himbauan kepada pengguna jalan.
Tinggal
belok kiri dan aku sampai di sebuah bangunan 10 lantai dengan luas kira-kira 400
m². Perpaduan warna ivory dan kaca yang memantulkan warna biru langit terlihat
serasi dengan taman disekitarnya, seperti memberi kesan modern tapi adem. Aku
langsung menuju meja recepsionist dan diarahkan menuju lantai 7. Bahkan
tempat yang disebut kantor ini tidak terlihat formal sama sekali.
TING
Suara
sensor pintu otomatis terdengar bersamaan dengan seorang pria seusiaku yang
tengah membawa secangkir kopi ke arah yang sama denganku. Dia menyapaku lebih
dulu.
“
Halo, Mas! Mau ketemu Kak Rasyid? ” ucap Jeremi dengan nada santai.
“
Eh, Mas Jeremi ya? Orangnya dimana Mas?
“ tanyaku memastikan sambil melihat sekeliling.
Jeremi
menunjuk dinding kayu dibelakang kursi Rasyid dan menyuruhku masuk ke sana.
Ternyata itu adalah pintu, bukan dinding kayu biasa. Bahkan ruangan didalamnya
juga punya lapisan kedap suara yang bagus. Ketika aku masuk, di dalam cukup
berisik dengan suara ledakan kecil dan benturan benda keras. Sepertinya orang
yang dipanggil Kak Rasyid ini sedang
memperbaiki sesuatu.
Aku
berhenti di depan sebuah panggung kecil bulat yang dikelilingi cahaya biru dari
lantainya.
“
Tamunya dah dateng nih Kak. Nih kopi manisnya Kak. Spesial buatan Jeremi, “ ujar
Jeremi.
Kak
Rasyid memandangku dan tersenyum lebar sambil menepuk pundakku. Sejenak aku
merasa dia aneh tapi kutepis karena dia mulai menjelaskan padaku tentang
prosedur dari percobaan ini. Jeremi juga memberiku alat-alat yang harus
dikenakan dan kontrak perjanjian yang membutuhkan sidik jariku. Selesai dengan
itu semua, saatnya melakukan pemasangan alat, dimulai dengan pemasangan microchip
ke dalan pergelangan tangan. Kemudian sepasang gelang perak pipih dengan ujung
terbuka yang memiliki semacam barcode.
Setelah
semua perlengkapan terpasang, aku berbaring di atas sebuah ranjang yang mirip
seperti ranjang operasi tapi dengan teknologi canggih. Mereka bilang kelebihan
dari bermain game ini adalah fisik pemain tidak capek karena tidak perlu
bergerak. Pemain hanya perlu menggunakan otaknya untuk memberi perintah pada
chip tersebut. Jadi aku seperti bermain di dalam pikiranku sendiri, mirip
dengan bermimpi.
Aku
menempelkan gelang di kedua pergelangan tanganku. Tiba-tiba saja aku sudah
login ke game ini. Kurasakan kakiku menyentuh rumput basah. Suara kicau burung
terdengar merdu dari kejauhan. Semua yang kukihat ini bagai berdiri memandang
pemukiman dari atas bukit dalam negeri dongeng. Pemukiman itu tidak padat,
namun adanya banyak sekali aktivitas disana bisa kurasakan dari tempatku
berdiri. Kurasa aku perlu menyesuaikan pakaian dan perlengkapanku dengan
situasi ini.
Aku
berjalan selama 8 menit dan sampai di sebuah area bernama Kein. Seorang Pak tua
sedang memandikan kuda di dekat sumur. Banyak pedagang berlalu lalang dengan
memikul dagangannya. Mataku cepat beradaptasi dengan pemandangan ini. Sekarang
saatnya perutku beradaptasi juga. Di depan sana ada sebuah kedai olahan
berbagai macam hewan. Aku tertarik dengan olahan diet yang ternyata bercita
rasa gurih sekali. Benar-benar terasa sedap dilidahku. Ah iya aku lupa bilang
kalau setiap misi dalam simulasi game ini memiliki batas waktu. Jadi aku tidak
bisa berlama-lama di sini dan menghabiskan lebih banyak uang.
Sebenarnya
sistem dari game ini mirip dengan game yang biasa kita mainkan. Karakter utama
mendapatkan misi dan uang. Dia memiliki kotak penyimpanan barang dan ada toko
persediaan barang disistemnya. Yang kulihat adalah layar hologram berbentuk
persegi atau persegi panjang memunculkan quest dan pemberitahuan. Aku
juga tidak perlu repot membawa ransel yang berat. Andaikan di dunia nyata ada
hal semacam ini, semacam kantong ajaib Doraemon, pasti bepergian jadi lebih
mudah.
Aku
terus berjalan ke arah Selatan, melewati pemukiman Kein. Hamparan rumput hijau
kembali menyambut setiap pijakan kakiku. Sayup-sayup aku mendengar suara sesuatu yang
berlari menyasak bagian rumput yang agak tinggi. Sebentar-sebentar suara itu
berhenti dan terdengar seperti orang yang berjalan. Sistem memberitahuku untuk
menuju Barat Daya, tempat sumber suara itu.
Aku
berlari mendekatinya. Dalam hatiku berteriak tertahan
“Sebentar
lagi aku akan menangkapmu wahai makhluk misterius. “
DRAP DRAP DRAP | CRACKKK
| BRUKKK
“
Argh, lagi-lagi aku gagal membukanya. “
Dia
menoleh ke arahku.
“
Siapa kau? Apa yang kau lihat? “ tanyanya dengan nada serius.
“
Bukankah aku yang seharusnya bertanya? Kau siapa nona? Kenapa kau ada di sini? “
Mata
coklat keemasan itu menatapku dengan seksama. Terlihat seperti sedang menilai diriku
sebelum akhirnya dia berdiri menghadapku.
“
Seorang petualang dari Seanl, Rona. “
Kami
berjabat tangan.
“
Namaku Wiro. Aku sedang memulai petualanganku. Apa yang kau lakukan tadi? “
“
Melatih kelincahanku dalam bergerak. Seorang petualang haruslah lincah, bukan?
“
“
Ya. Sudah berapa lama kau menjadi petualang? “ tanyaku penasaran.
“
Kurasa satu tahun”
“
Kenapa kau tertarik berpetualang Nona? “
“
Aku ingin pergi ke tempat lain dimana aku merasa hidup. Bagaimana denganmu Tuan?
“
“
Kurasa kita seumuran. Jadi jangan memanggilku Tuan. Panggil aku Wiro. Aku pernah
dengar dari seseorang kalau negeri rumput hijau begitu luas dan ada hal menarik
jika aku bisa menemukan batas ujungnya. Apakah kau tahu sesuatu tentang itu
Rona? “
Rona
menatap lurus ke depan sambil menjawabku dengan nada keraguan.
“
Sayangnya aku tidak memiliki informasi yang kau cari, Wiro. Waktu setahun
tidaklah cukup untuk mengetahui semuanya sendirian. “
“
Kalau begitu, bagaimana jika kita berpetualang bersama? “
Dia
tersenyum memandangku.
“
Ya, mari kita lakukan. “
Langit
cerah sepanjang hari, seolah mendukung penuh perjalananku di negeri ini.
Mengikuti arus sungai kecil mengantarku ke sebuah danau dengan luas kira-kira 32
km². Airnya terlihat tenang merefleksikan keindahan langit jingga keunguan. Aku
dan Rona memutuskan istirahat di situ. Ku keluarkan perbekalan dan tenda untuk
tidur dari kotak inventory. Rona memandang matahari yang terbenam itu dengan
raut wajah terpesona.
“Gadis
yang menarik. Pesona indah wajahmu mengalihkan duniaku,
Rona. Sayang sekali dia adalah karakter game.
Andaikan dia manusia sepertiku, aku akan berlutut memintanya menikah denganku,”
batinku sambil sesekali melirik ke arahnya
yang masih menatap langit yang sudah menampilkan rembulan dan bintang.
Kami
mengobrol ringan sebentar hingga akhirnya kami saling tatap. Matanya menyiratkan
sesuatu yang saat ini tidak bisa kumengerti. Pipinya yang selalu merona sejak
kami bertemu, sesuai dengan namanya. Rona, dia tampak malu-malu.
Sejenak
aku merasa seperti berganti dunia. Aku melihat seorang gadis dengan tinggi
semampai, kulit kuning langsat yang bercahaya dibawah sinar mentari pagi. Pipi
merona yang aku kenali tampak serasi dengan senyum lebar. Tangannya berusaha
meraih tanganku tapi aku yang berlari tetap tidak bisa menggapainya. Terasa
sesak dan panas sekali hawa di sekitar sini.
HAH?!
Aku
bangun dengan banjir keringat. Betapa terkejutnya ketika kuliat aku bukan lagi di
hamparan rumput bersama gadis cantik, melainkan di hamparan pasir yang kutahu
ini adalah gurun. Kapan aku berpindah tempat? Bukankah aku tertidur?
Aku
segera mengecek informasi dari sistem. Dihologram hanya tertulis kalau ‘Anda
sudah dipindahkan ke gurun’. Kenapa sistem memindahkanku padahal sisa waktu
untuk misiku masih belum terpenuhi? Tapi barang-barang yang kukeluarkan
semuanya ada di kotak inventory.
Segera
kulihat waktu pada sudut kiri atas hologram yang menunjukkan pukul 10 pagi. Aku
bergegas melanjutkan perjalanan sesuai arahan dari sistem, menuju arah matahari
terbit. Teriknya matahari benar-benar membuatku merasa terbakar. Walaupun aku
sudah menggunakan jubah yang menutupiku dari kepala sampai kaki. Belum lagi
perbekalanku yang semakin menipis, membuatku terus berharap agar aku segera
dipertemukan dengan pemukiman.
Setelah
kurang lebih 25 menit berjalan, akhirnya aku melihat pemukiman. Rasa gembira
memuncak, berharap segera mendapat
tempat teduh dan tentu mengisi perutku yang sudah kelaparan. Aku berjalan agak
cepat saking senangnya sampai aku terjungkal dan terguling 10 meter jauhnya.
Kepalaku pusing dan aku lemas. Aku duduk dan menatap gerbang yang tidak jauh
lagi. Aku hampir pasrah kalau aku pingsan di sini, sampai seseorang menyentuh
pundakku dan merangkulku. Dia membantuku berjalan memasuki pemukiman itu. Aku
berjalan bersama orang itu layaknya orang sakit yang dipapah karena tidak kuat
berjalan sendiri.
Aku
didudukkan pada sebuah kursi di dalam ruangan. Sejenak aku berkedip-kedip untuk
mengadaptasikan penglihatanku dari tempat dengan cahaya terang ke suasana
remang-remang. Aku dibiarkan duduk bersandar selama 5 menit. Kemudian seseorang
memberiku segelas air dan duduk disampingku. Kuteguk habis airnya dan menoleh
kearahnya.
“Terima
kasih atas air dan batuannya. “
“Tidak
masalah. Darimana asalmu? Kupikir kita seumuran. Aku Parto Damar Pinisi. Kau
bisa memanggilku Parto. “
“Aku
Wiro, dari Kein. Apakah ini rumahmu? Kalau kuperhatikan bentuknya seperti kapal.
“
“Kein?
Kau datang dari hamparan rumput hijau? Jauh sekali. Ya, rumahku ini adalah
kapal Pinisi. Kapal canggih yang diciptakan khusus untuk rumah warga di daerah
gurun ini. Asal kau tahu saja, gurun ini tidaklah stabil. Banjir dan badai bisa
datang kapan saja, sehingga rumah kapal ini sangat sesuai untuk kami. “
“Kau
pernah ke Kein? Bukankah namamu juga Pinisi? Apakah terinspirasi dari nama kapal
ini? “
“Tidak,
aku hanya pernah mendengarnya dari orang-orang yang pernah ke sana. Pasti di
sana sangat sejuk dan asri. Soal nama Pinisi, semua orang yang menggunakan
Kapal Pinisi sebagai rumahnya wajib menambahkan Pinisi setelah marga
keluarganya. Jadilah namaku Parto Damar Pinisi. “
“Kau
harus mengunjungi Kein. Disana indah sekali dan sangat sejuk. Ngomong-ngomong,
bagaimana kapal ini dibuat? “
“Kapal
ini dibuat oleh para pengrajin Bulukumba yang tinggal di pesisir hutan kabut
pelangi. Kemudian dikirim ke pemukiman dengan menggunakan Kapal Angkut raksasa.
Ya seperti itulah singkatnya. Walaupun dulu kapal identik dengan transportasi
air, namun dengan berkembangnya teknologi kapal air pun bisa menjadi
transportasi yang multifungsi. “
“Daerah
ini sangat menarik. Kapan-kapan aku akan mampir ke sini lagi untuk
mengunjungimu, Parto. “
“Hahaha
aku akan menantikanmu, Wiro. Kalau begitu ayo kita makan dulu. Kau harus
mencicipi masakan gurun buatan ibuku yang leTanat. “
Kami
menuju ke ruang makan yang berada di bagian tengah lantai atas kapal. Aku dapat
melihat keluar jendela bahwa semua rumah kapal di sini seragam. Dicat dengan
warna coklat khas kayu yang mengiklat, memiliki 7 tiang kapal dan tentu saja
layar segitiga. Hanya ada beberapa kapal yang terlihat sedikit lebih besar dan berbeda
warna. Marga keluarga dan simbolnya tercetak dibagian kanan depan kapal. Serasi
dengan warna pasir gurun. Kami makan sambil berbincang ringan. Keluarga Damar
sangat baik terhadap orang asing sepertiku.
Setelah
selesai makan, aku berpamitan dengan semua anggota keluarga Damar. Parto
mengantarku keluar rumah dan memberiku perbekalan untuk perjalananku. Aku
berterima kasih dan segera berjalan pergi. Puluhan rumah kapal telah kulewati. Aku menoleh ke
gerbang bertuliskan Area PieTanh. Aku terus berjalan mengikuti arahan dari
sistem. Sesekali aku berhenti di dekat pohon kaktus besar atau dipemukiman
lain.
Sudah
12 hari aku melakukan perjalanan di gurun ini. Matahari tampak berbeda dengan
yang ada di dunia nyata. Warnanya seperti bisa berubah sesuai suasana hati dan
itu memberikan nuansa yang berbeda pada alam disekitar. Menatap matahari
mengingatkanku pada Rona. “Apa yang sedang dilakukannya sekarang? Aku
tiba-tiba menghilang dari sisinya tanpa meninggalkan apapun untuk dia ketahui.
“
***
Malam
ini aku memutuskan beristirahat di dekat gerbang Area Albury. Kusiapkan makan
malam untuk diriku sendiri sambil menatap rembulan yang cantik. Kubayangkan bagaimana
rupa musuh yang akan kulawan nanti. Seberapa kuatnya musuh itu sampai misi
harian mengharuskanku melakukan latihan otot, kelincahan, dan kemampuan
menggunakan senjata. Setidaknya dalam sehari kuhabiskan waktu 4 jam untuk itu.
Aku senang karena latihannya berhasil dan tentu saja menjadi semakin kuat. Aku
bahkan mempunyai kemampuan menggunakan elemen petir yang berada pada level 10,
level sedang setiap kemampuan dalam game ini.
“Oooi”
“Suara
itu adalah suara wanita. Dia memanggilku? Apa dia manusia?“
SREK SREK SREK
Dia
sampai dihadapanku. Kupersilahkan dia duduk dan memberinya jamuan seadanya.
“Hai,
aku Wiro dari Kein. Kau siapa Nona? “
“Panggil
aku Binar. Aku penasaran kenapa kau ada di luar area padahal di sana juga ada
penginapan? Dan lagi sesuai dugaan, kau bukan dari hamparan gurun. Kalau kau
tidak keberatan, bolehkah aku bergabung denganmu? Aku juga datang dari
jauh. Oh iya, terima kasih atas
jamuannya, “ celotehnya tanpa jeda.
“Aku
seorang petualang yang tidak punya banyak uang untuk menyewa penginapan. Senang
sekali jika kau mau bergabung denganku. Kau sendirian saja? “
“Ya,
aku tidak punya kerabat. Ah, kemana kau akan pergi besok? Kau terlihat kuat,
apakah kau belajar berpedang? Aku penasaran dan ingin mencobanya. Maukah kau
mengajariku ? “
“Ah
maaf kalau aku membuatmu tersinggung. Aku akan terus menuju Timur sampai aku
menemukan tujuanku di sana. Apa kau tahu tentang daerah Timur gurun ini? “
“Aku
tau sedikit-sedikit. Emmm di sana ada penjaga perbatasan. Jadi jika kau bermaksud keluar
dari hamparan gurun ini, penjaga itu kuncinya. Aku tau kau bingung dengan ini.
Tapi ini daerah yang berbeda dari hamparan rumput hijau. Orang-orang yang
hendak keluar dari sini harus melewati penjaga
di sana. Katanya tidak terlalu sulit untuk mendapatkan iTanin. “
“Gadis
ini cerewet juga. Tapi warna mata kelabu yang terus berbinar di bawah cahaya
rembulan itu terlihat indah sekali. Aku jadi salah fokus. “
“
Terima kasih atas informasinya. Kau sendiri mau kemana? “
“
Aku mencari seseorang yang hebat. Aku juga mencari tahu kenapa rona matahari
sering berubah-ubah akhir-akhir ini. Kuyakin kau juga menyaksikan perubahan
itu, bukan? Ah, Wiro aku senang berkenalan dengan petualang sepertimu. Demi
mencapai tujuanmu, kau harus lebih berhati-hati mulai sekarang. Dunia ini jauh
lebih berbahaya dari yang kita duga. Walaupun aku terlihat lemah, tapi panggil
lah aku jika kau perlu bantuan. “
***
Keesokan
harinya aku terbangun dengan tubuh segar. Seperti terbangun dari tidur yang
panjang. Aku bergegas sarapan dan latihan. Binar sudah pergi sesuai ucapannya
semalam.
“Hari
ini adalah hari terakhir misi ini. Aku harus segera menyelesaikannya dan keluar
dari sini, “ ucapku pada diri sendiri.
Aku
berjalan selama kurang lebih 3 jam dengan beberapa kali istirahat. Entah kenapa
aku jadi tidak mudah lelah kali ini. Aku teringat ucapan Binar semalam kalau
rona matahari sering berubah akhir-akhir ini. Di depanku sekarang kulihat suasana
gurun yang berbeda dari kawasan lain.
BOOM BOOM
Kudengar
bunyi dentuman keras dari arah Timur. Rasa penasaran membuatku berlari kencang
dan sampai pada sebuah kekacauan besar. Ada area kecil di perbatasan tempat penjaga
itu tinggal dan itu sudah menjadi ouing-puing sekarang.
“Siapa
yang melakukan semua ini? Apakah dia musuh orang-orang di sini yang kebetulan
melakukan penyerangan diperbatasan? “
BOOM
Tidak
sempat menghindar, aku terkena angin dari pukulan makhluk itu. Makhluk merah
kehitaman dengan tingi tidak kurang dari 4 meter dengan mata merah menyala dan
sepasang tanduk di atas kepalanya. Dia mengamuk dan dengan cepat menyadari
kehadiranku.
Aku
sudah bersiap dengan senjataku. Dia menghantamku dengan tinju kuat dari arah atas.
Kutahantinjunya dengan menyilangkan tanganku di atas kepala. Kualirkan petir ke
tanganku dan dia lompat mundur dari hadapanku.
“Siapa
kau wahai makhluk merah? “
“Hahaha
aku Fala, penjaga perbatasan ini. Aku tidak suka dengan suasana yang
berubah-ubah ini. Saudaraku jadi buta dan aku marah pada dia dan semuanya,
termasuk kau. “ ucapnya dengan suara agak serak sambil menunjuk matahari dan berakhir
menunjukku.
“Tidak
masuk akal. Kita baru bertemu dan kau sudah marah padaku. Aku hanya ingin melewati
perbatasan ini. Tidak bisakah kalian memberikanku iTanin? “
“Langkahi
dulu mayatku! “
“Baiklah,
kau sendiri yang memintanya dasar siluman. “
BUK BUK BUK | TRING |
BOOM | BRAKKk
“
Sial, aku terpental. Pertahanan yang kuat. Serangan fisik tidak mempan padanya.
Kita lihat bagaimana dengan si buta itu. “
SLASH SLASH | ARGHHH |
BRUK
“
Dia kesakitan! Aku harus membunuhnya terlebih dulu, kalau tidak dia akan
mengganggu pertarunganku dengan kakaknya. Indera pendengaran dan penciumannya
sangat bagus. Merepotkan saja. “
Kumantapkan
kuda-kudaku dan berlari kencang. Aku melompat setinggi mungkin. Petir putihku
menyambar dan membuatnya kaku sepersekian detik. Kutebas Tala dengan pedang TANeus.
CTARRR | SLASH | ARGHHH | GUBRAKKK | TAP TAP TAP
“Sekarang
giliranmu, siluman! “
ROARRR | CTARR CTARR | TRING
TRING | BOOM
“
Tetap tidak mempan. Kalau begitu, aku harus menggunakan keris ini. “
Aku
duduk semedi sambil memegang keris di depan dadaku. Kufokuskan pikiranku untuk
menggunakan kekuatan keris ini, melukai tanpa menyentuh.
“Kau
tidak akan bisa membunuhku. Bahkan melukaiku pun tidak. Hahaha”
“Jangan
sombong dulu siluman lemah”
Aku
mengarahkan keris itu ke titik lemahnya, pusar. Dia meraung kesakitan dan
dengan cepat aku menusuknya tepat dititik itu. Kerisku menancap, melelehkan
tubuhnya sampai habis. Tidak lama sebuah benda jatuh dari tubuh Fala. Kaca oval
hitam bening dari berlian terkuat yang memancarkan sihir ini kugenggam. Aliran
sihirnya akan membuatku melewati perbatasan dengan mudah.
Sistem
memberi tahu kalau misiku di hamparan gurun ini selesai. Aku mendapat kemampuan
baru dan peningkatan level sebagai hadiah. Aku berjalan ke arah kabut tipis itu
dan dalam sekejap aku sudah berpindah ke hamparan bebatuan.
Sebuah
misi telah masuk. Musuhku kali ini dipanggil
Kafaro. Waktu yang diberikan lebih pendek dari misi di gurun. Mungkin saja karena
tempat ini tidak semenyiksa di sana. Aku berjalan ke arah Barat Daya selama 10
menit. Kutemukan air terjun yang tjdak terlampau besar dengan air jernih. Saat
kusentuh, sistem menyatakan kalau ini air dari sumber mata air yang tidak
beracun. Aku bergegas membersihkan tubuhku sembari bermeditasi di atas sebuah
batu besar. Memulihkan tenaga dan mengatur kembali fokusku. Sangat tenang berada
di sini. Bahkan sejauh ini hanya terdengar suara air terjun yang deras.
Sayup-sayup
aku mendengar suara sesutu yang turun ke bumi dengan perlahan. Kuyakin itu hawa manusia. Suara pijakannya terdengar
walau lirih sekali. Meditasi ini membantu level kepekaanku meningkat. Aku
berpikir sejenak.
“
Haruskah aku melihat apa yang terjadi di atas sana? “
“
Tidak. Aku harus tau tujuan makhluk itu. “
Kupenjamkan
mataku untuk lebih memperdalam fokus. Semua jadi terdengar lebih jelas. Makhluk
itu berjalan seperti manusia. Suara langkahnya tenang menuju arah berlawanan
denganku. Jika air terjun ini tidak menjadi tujuannya, kenapa dia tiba-tiba
menuju tempat ini? Tidak , mungkin saja dia menuju pemukiman terdekat.
Tunggu
… Dia berbicara pada seseorang. Tapi, kapan orang lain itu datang? Aku tidak
merasakan hawa kehadirannya tadi.
“ Ler_#-yefn_? __-enxn.”
Bahasa
tidak dimengerti oleh sistem
Ada yang tidak beres di
sini.
***
Sudah
10 menit aku bertahan dalam posisi ini untuk menguping. Tidak terasa lagi hawa
keberadaan mereka. Sepertinya mereka sudah pergi sekarang. Aku bergegas memakai
pakaianku yang baru, pakaian elastis berwarna coper.
Berkeliling
sebentar, memastikan benar-benar tidak ada orang yang akan melihatku, barulah
aku bisa berlatih seperti biasanya, di tepi air terjun. Energi dari air terjun
ini seperti memberiku kekuatan lebih. Sistem memberitahuku bahwa aku mendapat
peningkatan kekuatan menghilang.
“
Hei, sejak kapan aku memilikinya? “
Aku
mencoba teknik menghilang Berlatih tanpa
terlihat, tanpa suara, dan hawa keberadaan. Setelah itu latihanku selesai
dengan sempurna. Aku yakin peningkatan levelku membuatku menjadi player dengan
level tertinggi.
Aku
mengisi perutku sebentar dan bergegas melanjutkan perjalanan. Targetku hanya 1,
mengalahkan Kafaro. Setelah 30 menit aku berlari tanpa istirahat, aku belum
menemukan pemukiman sama sekali. Apakah daerah ini lebih parah dari gurun
pasir? Tapi bahkan ada air terjun.
Aku
diam sejenak. Kupejamkan mataku untuk menggunakan kemampuan kepekaan. Aku dapat
merasakan ada kehidupan disekitar sini. Tapi aku tidak bisa melihat kehidupan
itu di permukaan. Itu berarti, mereka ada di bawah. Sudah 3 air terjun besar
kulewati dengan aliran air yang tidak terlalu deras. Mungkinkah pemukimannya
ada di sana?
Aku
kembali ke air terjun terdekat. Aku lompat ke belakang air terjun itu. Benar
saja! Aku melihat orang-orang dengan pakaian berwarna coper mengkilat, fit
dengan tubuh mereka. Pakaian itu juga yang kupakai saat ini. Kedap air, tahan api,
goresan, tapi tetap nyaman digunakan.
Aku
bermaksud mencari informasi dimana si Kafaro ini berada. Sistem masih belum
memberikan detail informasi karena aku belum menemukan petunjuk awal keberadaan
musuh. Aku lantas bertanya pada seorang pemuda tampan yang membawa pedang
dipunggungnya.
“
Permisi, Tuan. “
“
Ada yang bisa kubantu? “
“
Aku sedang mencari ujung dari hamparan bebatuan ini. Katanya ada perbatasan
menuju Hutan Kabut Pelangi. Apa kau tau bagaimana aku bisa sampai ke sana, Tuan
… “
“
Panggil aku Tan. Yah, kau pastilah seorang petualang. Kau mencari Kafaro bukan?
“
“
Ya, bagaimana kau tau, Tan? “
“
Aku juga sedang mencarinya. Aku ingin mengalahkannya agar aku bisa menemui
seseorang di Hutan Kabut Pelangi. Tapi aku belum cukup kuat untuk itu. Kafaro
memang tidak menetap di perbatasan itu. Ada
kalanya dia kembali ke sana secara rutin. Mungkin kau bisa memanfaatkan situasi
itu. Bagaimana kau bisa sampai ke sana?
Hmm …. Ada tempat yang lebih tinggi dari tempat lain di Barat Daya. Itu adalah
sebuah gunung yang sudah lama tidak aktif. Disitulah tempat Kafaro berada. Dia
bukan manusia biasa. Dari yang kutahu, dia sangat kuat bak keturunan dewa. Tapi
aku yakin kau bisa mengalahkannya. “
“
Terima kasih atas informasinya, Tan. Kapan-kapan aku akan kembali menemuimu. Oh
iya, aku Wiro, petualang dari Kein. Senang berkenalan denganmu petualang, Tan. “
“
Hati-hati, Wiro. “
Aku
berlari sesuai dengan arahan Tan. Selama satu jam aku tidak istirahat demi
kesempatan emas. Sistem memberiku detail tentang Kafaro. Kuaktifkan kepekaanku
untuk mendeteksi keberadaannya.
Aku
sudah sampai di atas gunung.
TAP TAP TAP
“
Apa?!”
“
Kita bertemu lagi, Wiro. Apa kau mau langsung bertarung? “
“
Kenapa kau menipuku? “
“
Aku sudah menunggumu untuk waktu yang lama. Aku ingin pertemuan pertama kita tidak
langsung adu kekuatan. “
“
Terima kasih tapi waktuku tidak banyak. Ayo selesaikan ini secepat mungkin.”
“
Dengan senang hati, Wiro. “
WUSH WUSH | TRING TRING |
SLASH | DUARRR | BUCK BUCK | BOOM
Secepat
kilat, dia memberiku serangan pertama. Benar-benar kuat dan tepat. Kuberi dia
tebasan agar jarak kami lebih jauh. Aku harus sangat waspada dengan orang
secepat ini. Kualirkan patir ke arahnya.
CTARRR!
“
Dia berteleportasi? Yang benar saja! “
Kugunakan
energi kerisku untuk membuat perisai. Aku
unggul sekarang. Hanya beberapa detik, dia kembali membalikkan keadaan.
Aku menjadi bulan-bulanan dari sihir api miliknya.
“
Apa kau mau mencoba pedangmu? Sepertinya kita perlu menaikkan level
pertarungan. “ ucapnya terdengar santai.
“
Sial! Aku terlalu percaya diri. “
Sekarang
kami bertarung dengan pedang. Bunyi ledakan dan dentuman menjadi iringan duel
kami. Kemampuan berpedangnya jauh di atas player sepertiku. Dia benar-benar
keturunan dewa.
Aku
terengah dan berusaha mengatur fokusku. Dia diam menperhatikanku. Kugunakan
kemampuan kombinasi energi alam dan seluruh kekuatanku. Kulempar pedang Zeus ke
arahnya.
FLOP
Aku
muncul dan menusuknya dengan kerisku. Dia tersenyum ketika tubuhnya ambruk.
“
Kau berhasil mengelabuhiku, Wiro. Aku berikan energi pedangku sebagai hadiah.
Kau bisa menebas gumpalan awan di sana untuk sampai ke Hutan Kabut Pelangi. Kuserahkan
sisanya padamu, rivalku. Bergegaslah. Dia
sudah menunggumu. “
“
Maafkan aku. Aku akan kembali kapan-kapan, Pangeran TAN. “
Senyumnya
menjadi salam perpisahan kami. Kutebas gumpalan awan dihadapanku dan melompat
kedalamnya.
***
Aku
sampai di Hutan Kabut Pelangi. Semerbak harum bunga menyambut indera
penciumanku. Kabut warna-warni, tumbuh-tumbuhan memancarkan cahaya, benar-benar
memanjakan mata. Sistem kembali menampilkan misi khusus, menemui sang dewi.
Kusibak
dedaunan dan ranting-ranting yang menghalangi pandangan. Terdengar kekehan
seorang wanita.
“
Rona … “
“
Kita bertemu lagi, Wiro. “
Rona
mengenakan gaun sutra berwarna kuning keemasan. Rambutnya terurai dengan tiara
emas dikepalanya. Dalam sekejap aku tau, dia adalah sang dewi. Auranya sangat dari
Rona yang kutemui kala itu.
“
Aku dipindahkan ke gurun pasir itu pasti karenamu bukan? Apa alasanmu? “
“
Aku tidak sanggup berada didekatmu. “
Dia
meninjuku tepat di ulu hati. Tubuhku menghantam pohon besar.
“
Apa yang sebenarnya kau inginkan, Rona? “
“
Kematianmu. “
Secepat
cahaya dia mencekik leherku. Aku kesulitan bernapas.
***
“
Kak Rasyid, kenapa detak jantung Wiro seperti ini? Sistem pernapasannya
mendadak tidak stabil dan kadar oksigennya terus turun. “
…
“
Lakukan sesuatu, Kak! Tidak mungkin kau …
sudah merencanakan ini? “
“
Kenapa kau terkejut? Aku berniat mengembalikan kekasihku. Apakah aku salah? “
“
Kau menjebak orang lain demi menyelamatkan kekasihmu? Dasar Iblis! “
“
Kau tau kau tidak perlu sejauh itu pada orang asing, Jeremi. Wiro sudah
menandatangani kontrak itu. Dia harus siap dengan konsekuensinya. “
***
“
Arghh sial, efek cekikan itu aku tidak bisa bergerak sama sekali. Sebentar lagi
tombak dengan api abadi itu akan membakar habis tubuhku. Aku akan kalah dari
permainan ini. Apakah aku tetap bisa kembali? “
SRING
“
Hentikan, Rona! “
Seseorang
telah datang menahan serangan telak Rona untukku.
“
Kau tidak bisa membunuh dia, Rona. Kau jatuh hati padanya. Bahkan kau merasa dilema
dengan dendammu. “
“
Berhenti membaca pikiranku, Binar. “
“
Sejak Wiro menjadi player dan bertemu denganmu, rona matahari sering
berubah-ubah. Kau tau betapa pentingnya matahari harus selalu stabil. Suasana
hatimu mengakibatkan kekacauan dimana-mana. “ nada suaranya bergetar, “ Aku turun ke hamparan gurun demi mengetahui
kebenarannya. Aku menyamar dan mengikuti dia setiap hari. Kau tidak boleh
membunuhnya, Rona. “ lanjutnya.
“
Sepertinya Rona melepaskanku. Aku bisa bergerak lagi. “
“
Aku punya pertanyaan untuk kalian. Kenapa kalian punya perasaan sepertiku?
Bukankah kalian hanyalah karakter game? “
Mereka
saling tatap, lalu tersenyum kearahku.
“
Jadi… mereka… sama sepertiku. “
“
Yang Binar katakan adalah kebenaran. Aku … “
“
Aku juga jatuh hati padamu, Rona. “
“ Maafkan aku, Binar. Aku pasti melukai perasaanmu. Kau tetap tersenyum
meski hatimu sedang bersedih.“
“
Ayo kita kembali ke dunia nyata. “
Misiku
telah dianggap selesai. Tapi aku belum bisa menekan tombol log out. Apa
aku melupakan sesuatu?
“
Wiro … , “ panggilnya “ kau telah dijebak seperti kami. “
***
Kulihat
dia menunduk, seolah dunianya runtuh, persis sepertiku satu tahun yang lalu.
Aku menemani Rona menjadi kelinci percobaan kekasihnya, Rasyid. Tapi karena keserakahan
Rasyid, kami tidak bisa kembali. Dia menjadikan kami karakter game. Setahun
kemudian Wiro datang, bagai
oase ditengah gurun. Setelah menjalaninya saja seperti air yang mengalir, aku kembali berharap agar
bisa pulang. Aku tidak percaya pada apa yang Rona pikirkan sampai aku
mengalaminya sendiri. Pria gagah dengan rambut gondrong sebahu. Mendengar dia
bicara, rasanya seperti mendengar suara seorang kesatria tangguh, dalam dan
tegas namun lembut disaat bersamaan. Tatapan innocent dari mata almondnya, bau
khas maskulin woods tipis yang bercampur keringat, tidak pernah aku lupa sejak
pertemuan pertama. Perasaan ini membuatku harus memohon pada Pangeran Tan agar
dia tidak menghabisimu saat itu. Apa yang terjadi pada Rona bukanlah salahmu
dan dia akhirnya mengerti. Dia bilang jika kau memang kuat, kau akan menjadi rivalnya, alih-alih musuh.
***
“Apa
aku menyerah saja? Tapi … bagaimana dengan keluargaku? Mungkin mereka akan baik-baik saja tentunya. Kontrak
yang kutanda-tangani akan menjamin semuanya. “
“
Aku bisa mendengar suara hatimu, Wiro. “
TING!
Notifikasi sistem : Pemain akan segera dikeluarkan dari permainan. Tolong
klik reset agar ingatan pemain bisa dipulihkan.
“
Aku tidak ingin kehilangan ingatan ini. “
5, 4, 3, 2, 1
CTARRR! | ARGHHH!
“Wiro!
“ ucap Rina dan Binar serentak.
HAH!
“
Kamu udah sadar Mas Wiro?! Syukurlah, kukira kamu gak selamat. “
“
Jeremi?! Ini dunia nyata? Kenapa aku masih melihat hologram sistem? “
“
Aku akan melepaskan semua alatnya. “
…
“
Apakah sudah kembali seperti semula ? “
“
Aku masih melihat hologramnya, Jeremi. “
“
Maaf Bung, mulai sekarang kau bukan lagi manusia normal. “
***
Disinilah
aku, hidup dengan kekuatan super yang kuperoleh dalam game. Kekuatan yang hanya
bisa digunakan pada makhluk game, artinya hanya player sepertiku yang bisa
melihatnya. Game terus dikembangkan, quest baru bermunculan dengan jangkauan
level yang semakin tinggi. Aku menjadi salah satu player dengan level
tertinggi. Tempat untuk menjalani misi seringkali sampai ke rumah orang atau
tempat umum apapun itu, termasuk kantor desain interior kali ini. Aku masuk ke
kantor dengan tanda pengenal yang semua orang sudah mengenalinya. Perusahaan game
yang kumainkan ini sekarang sudah menjadi sangat besar.
Aku
diharuskan memasuki sebuah ruangan gudang dilantai paling atas gedung. Aku berlari melewati tangga darurat hingga lantai
7.
Terlihat sebuah portal
yang menunggu untuk dibuka oleh player. Aku mengambil kunci portal dari dalam
saku dan hendak membuka portal itu sampai sebuah suara menghentikan gerakanku.
" Tunggu ! "
cegahnya, " Bolehkah aku menjalani misi ini denganmu? Aku butuh seseorang
dengan level tinggi. Dari yang kulihat, levelmu sepertinya sangat tinggi.
"
Sejenak
aku terpaku. Gadis ini mengingatkanku pada Rona dipertemuan pertama kami.
Rambut hitam panjang, irish cokelat madu, dan kulit kuning langsatnya tampak
mirip sekali. Lesung pipit ketika tersenyum menambah kesan manis yang amat berlebihan.
Hampir saja aku tidak berkedip dan melewatkan detik-detik penting untuk
memberikan first impression yang baik padanya.
"
Baiklah, mari kita lakukan bersama. Aku Wiro. "
"
Terima kasih, panggil aku Anggun. "
"
Anggun seperti kelihatannya. Kuharap kita bisa akrab mulai sekarang. "
Dia
tersenyum, pertanda setuju.
KLIK |
Portal
terbuka semakin besar. Kami masuk kedalamnya, sebuah kawasan bebatuan.
"Kita
akan bertemu lagi, Kafaro" ucapku lirih.
Misi hari ini sukses. Anggun
resmi menjadi partnerku menjalani misi-misi game ini mulai sekarang. Kami
semakin sering menjalani misi bersama. Namun sejauh ini belum sekalipun kami
bertemu dengan Rona dan Binar. Mungkin karena sudah tidak ada masalah serius
seperti dulu makanya mereka tidak muncul ke area-area misi. Hamparan rumput
hijau kini sudah semakin banyak pemukiman dan tentunya musuh. Bahkan Kein
menjadi pusat para player untuk login.
"
Bagaimana menurutmu ? "
"
Indah sekali Area Kein ini ... aku menyukainya. "
"
Anggun, maukah kau ke padang gurun denganku untuk melihat yang lebih
menakjubkan? "
"
Hm"
"
Haha ayolah, kau harus lebih banyak mengutarakan isi pikiranmu. Tidak selamanya
aku bisa menebaknya. "
"
Aku hanya berpikir apa yang menarik di padang gurun. Tapi aku percaya padamu.
Kapan kita pergi? "
Kutatap dia sambil
tersenyum. Kugenggam tangannya dan
berpindah ke Peizh.
FLOP
***
Bonus ilustrasi Wiro!!!
Bisa diskip aja kalau takut tidak sesuai imajinasi kalian yaaa:)
Komentar
Posting Komentar